Tuesday, April 21, 2009

Mempersiapkan anak menghadapi perceraian

Beberapa minggu yang lalu seorang teman bercerita; salah seorang muridnya mogok tidak mau masuk sekolah hingga beberapa minggu ini. Setelah di usut, ternyata anak tersebut malu dengan teman-teman di sekolahnya berkaitan dengan pemberitaan yang di tayangkan infotainment berkenaan dengan pernikahan seorang artis terkenal dengan seorang pengusaha. Maklumlah, pengusaha yang menikah dengan artis terkenal itu tidak lain adalah ayahnya sendiri.

Akibat mogok sekolah itu, nilai pelajarannya menjadi merosot tajam. Padahal ia adalah seorang anak yang cerdas dan selama ini nilai pelajarannya amat baik. Sangat disayangkan memang, anak tersebut kini tidak mau bergaul dengan teman-temannya. Ia menjadi anak yang tertutup dan tidak mau berhubungan dengan guru dan teman-temannya.

Mendengar cerita itu batin saya miris, kasihan anak itu. Di usia remajanya ia harus mendapat pengalaman seperti itu. Padahal masa remaja itu adalah masa emas bagi pengalaman hidup seorang anak. Masa transisi di mana seorang anak tumbuh menjadi manusia dewasa. Masa menemukan jati diri. Seharusnya masa itu di isi dengan pengalaman belajar, produktifitas karya serta aktifitas fisik dan mental yang menyenangkan.

Ya, begitulah sebuah perceraian. Pasti, akan membawa dampak psikologis bagi seorang anak. Kondisi anak yang sedang tumbuh hanya dengan satu orang tua akan menyebabkan beban bagi anak karena kehilangan figure orang tua yang lengkap. Berkaca dari cerita di atas, banyak orang tua yang baru terhenyak ketika sudah muncul masalah pada diri anak-anaknya sebagai dampak perceraian tersebut.

Untuk itu, alangkah baiknya jika para orang tua yang akan bercerai mempersiapkan tindakan yang baik untuk anak-anaknya. Sehingga tidak terjadi dampak buruk bagi anak atas perceraian kedua orang tuanya tersebut.

Melakukan tindakan yang terbaik salah satunya adalah tidak melakukan pertengkaran di depan-anak-anak. Jika pertengkaran orang tua terjadi di depan anak-anak, hal itu akan membuat anak-anak takut, sedih, dan tentu saja bingung. Akibat ke depannya, anak akan menjadi pemurung dan menutup diri dari pergaulan. Jika anak-anak masih balita, ekpresi yang mereka keluarkan dari rasa takutnya adalah dengan menangis tanpa sebab, makan susah dan menjadi anak yang penakut.

Persiapkan juga agar anak dapat menerima kenyataan bahwa orang tuanya tidak bersama lagi. Alangkah baiknya jika orang tua memberikan pandangan yang tidak buruk mengenai sebuah perceraian. Informasikan bahwa perceraian ini terjadi bukan karena kesalahan anak. Beri contoh bagaimana menghadapi perceraian dengan tetap berhubungan baik dengan anak. Kemudian persiapkan mental sebagai daya tahan anak untuk mengatasi problema dirinya sendiri. Anak yang berhasil dalam proses adaptasi ini tidak akan mengalami kesulitan menjalani kehidupannya kelak. Tetapi untuk anak yang gagal beradaptasi, akan terbawa perasaan tidak berarti, perasaan ditolak lingkungan dan perasaan tidak dicintai dalam kehidupannya. Seperti yang terjadi pada kasus murid teman saya itu. Tentu saja kita tidak mau hal ini terjadi bukan?

Lakukan tindakan yang bijaksana dengan memperkenankan seorang anak untuk mengekspresikan emosinya. Responlah emosi anak dengan kasih sayang. Bukan dengan celaan atau makian. Bebaskan mereka untuk bertanya apa yang telah terjadi. Jangan menganggap mereka sebagai anak kecil yang tidak boleh tahu urusan orang tuanya. Dengan begitu anak akan memiliki perasaaan di sayang, di hormati dan dihargai.

Selain itu, yakinkan anak bahwa kedua orang tua tetap mencintainya meskipun ayah dan bundanya sudah tidak tinggal dalam satu rumah lagi. Jika anda berjanji untuk tetap mengunjunginya, maka tepatilah janji itu. Terutama untuk orang tua yang meninggalkan rumah. Sebaiknya sering-sering lah mengunjungi atau menelponnya. Jangan biarkan perceraian juga membawa pengaruh bagi anak untuk bisa berinteraksi dan berkomunikasi dengan orang tuanya yang lain. Masing-masing orang tua harus saling mendukung setiap pertemuan antara anak dan orang tuanya yang lain. 

Yang terakhir menurut saya adalah komunikasikan hak-hak anak antara orang tua yang satu dengan orang tua yang lain. Salah satunya adalah hak memperoleh pendidikan yang baik. Berikan pengertian pada anak, meskipun ayah-bundanya sudah tidak bersatu, mereka harus tetap belajar dengan baik. Dukung semangat belajar anak dengan memberikan fasilitas belajar yang baik. Lalu, terlibatlah dalam setiap kegiatan sekolah. Hal ini biasanya menjadi hal yang terlupakan manakala orang tua sudah enggan untuk saling berkomunikasi.

Nah, betapa besarnya bukan peranan orang tua bagi anak-anaknya? Jika perceraian tetap terjadi, jadikan perceraian itu tidak merugikan untuk anak-anak. Jangan biarkan diri kita menjadi individu yang egois yang hanya memikirkan diri sendiri dan tidak memikirkan perasaan dan masa depan anak-anak. Tentu melihat anak yang ceria, sehat badannya, rajin sekolahnya, bergaul baik dengan teman-temannya menjadi dambaan kita para orang tua bukan? Bravo Parents…!!!

0 Comments:

Post a Comment

<< Home